Jumat, 03 Juli 2015

Setia Seperti AYUB

Ayub...
Kitab yang ada di perjanjian lama ini, benar-benar luar biasa menurutku.

Kisahnya sudah sangat sering aku dengar, tapi baru kali ini aku membacanya secara keseluruhan.

Seorang Ayub yang hidup dengan begitu salehnya di hadapan Tuhan, dibiarkan untuk diuji kesetiaannya kepada Tuhan oleh si Iblis. Iblis mengira bahwa Ayub setia kepada Tuhan hanya karena dia menerima banyak dari Tuhan dan dia ingin menguji kesetiaan Ayub tersebut.

Tuhan mengijinkan segala kemalangan menimpa Ayub dengan mengambil segala harta dan keluarganya. Tetapi yang terjadi adalah Ayub masih tetap menunjukkan kesetiaannya pada Tuhan. Si Iblis pun masih ingin tetap menguji kesetiaannya dengan merenggut kesehatan Ayub dan ia pun menderita barah yang busuk dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. Betapa penderitaan yang begitu hebat Ayub alami. Namun, yang lebih hebat lagi adalah kenyataan bahwa ternyata Ayub masih tetap setia kepada Tuhan.

Kesetiaan inilah yang seringkali sulit bagi kita untuk mempraktekkannya. Jangankan untuk setia ketika kita mengalami kemalangan, bahkan setia ketika kita mendapatkan yang baik-baikpun juga masih menjadi pergumulan bagi kebanyakan kita. Namun, Ayub menunjukkan teladan kesetiaan yang begitu sempurna untuk kita.

Ujian atas kesetiaan Ayub tidak berhenti sampai di situ saja, karena istrinya pun meminta Ayub untuk berlaku serong terhadap Tuhan dengan meminta Ayub mengutuki Tuhan dan berhenti bertekun pada-Nya. Lihat!!! Bahkan orang terdekatnya pun masih memberikan kesempatan dan dukungan kepada Ayub untuk mengutuki Tuhan. Tapi, lagi-lagi Ayub tetap setia dan menggangap istrinya berkata-kata seperti perempuan gila. Sebagai manusia biasa, kita kadang merasa bahwa dukungan seperti yang diberikan oleh istri Ayub tersebut sebagai semangat dan hiburan untuk bangkit dari terpuruk serta menjadi ajang untuk mengkambing hitamkan pihak lain atas kemalangan yang kita alami.

Dalam kemalangan itu, Ayub masih tetap setia dan berkata :
“Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?”. 
Kata-kata itu seperti tamparan juga untuk kita, karena kita sering kali hanya siap untuk menerima hal-hal yang baik dalam hidup ini dan cenderung tidak siap untuk menerima hal-hal buruk. Dalam kehidupan sosial dengan orang lain, kita seringkali dengan mudahnya melupakan ribuan kebaikan yang sudah kita dapatkan hanya karena satu kesalahan yang kita terima dari seseorang.

Kemalangan yang menimpa Ayub tersebut membuat 3 orang sahabatnya prihatin dan ingin menghibur Ayub. Niat mereka yang ingin menghibur keadaan Ayub ternyata bukan berisikan kata-kata penghiburan atau mendukung kesetiaan Ayub terhadap Tuhan, namun mereka datang seperti para hakim di pengadilan yang sedang menjatuhkan hukuman terhadap seorang tersangka. Memang sahabatnya ikut menangis dengan kemalangan itu, tetapi mereka datang dan mempersalahkan Ayub. Mereka mempersalahkan bahwa kemalangan ini terjadi karena dosa-dosa yang sudah diperbuatnya. Bak seorang yang sudah jatuh dan tertimpa tangga pula keadaan Ayub saat itu. Sahabat yang seharusnya memberi penghiburan padanya, malah menjatuhkannya dengan kata-kata penghakiman terhadap Ayub. Bukanlah sebuah penghiburan yang Ayub dapatkan, tetapi malah kekecewaan yang diterimanya. Ayub kecewa terhadap sahabat-sahabatnya tersebut, tetapi Ayub tetap setia pada Tuhan.

Diakhir pasal dari kitab ini dikatakan bahwa Ayub tetap setia pada Tuhan dan Tuhan memulihkan keadaan Ayub. Ayub memperoleh kesehatannya, harta nya yang hilang didapatkannya kembali 2 kali lipat, ia mendapat kembali anak-anaknya yang sudah meninggal bahkan dikatakan bahwa anak perempuannya merupakan anak paling cantik di seluruh negeri bahkan Ayub masih tetap hidup 140 tahun dan ia masih dapat melihat kehidupan anak-anak dan cucu-cucunya sampai keturunan keempat.

Wooww,,, speechless!!!!!!

Betapa buah dari kesetiaan itu sangat manis.
Tuhan benar-benar tidak mengabaikan sedikitpun kehidupan orang yang setia.
Kemalangan yang tadinya datang bertubi-tubi, digantinya dengan sukacita yang melimpah-limpah.
Pertanyaan bagi kita :
masihkah kita enggan untuk berlaku setia? Atau kita malah tetap setia dengan ketidaksetiaan kita?

Jawabannya adalah :
tunjukkanlah!!! Karena jawaban yang terucap kadang tidak menjawab sebuah pertanyaan. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar