Ayub...
Kitab
yang ada di perjanjian lama ini, benar-benar luar biasa menurutku.
Kisahnya
sudah sangat sering aku dengar, tapi baru kali ini aku membacanya secara
keseluruhan.
Seorang
Ayub yang hidup dengan begitu salehnya di hadapan Tuhan, dibiarkan untuk diuji
kesetiaannya kepada Tuhan oleh si Iblis. Iblis mengira bahwa Ayub setia kepada
Tuhan hanya karena dia menerima banyak dari Tuhan dan dia ingin menguji
kesetiaan Ayub tersebut.
Tuhan
mengijinkan segala kemalangan menimpa Ayub dengan mengambil segala harta dan
keluarganya. Tetapi yang terjadi adalah Ayub masih tetap menunjukkan
kesetiaannya pada Tuhan. Si Iblis pun masih ingin tetap menguji kesetiaannya dengan
merenggut kesehatan Ayub dan ia pun menderita barah yang busuk dari ujung kaki
sampai ujung kepalanya. Betapa penderitaan yang begitu hebat Ayub alami. Namun,
yang lebih hebat lagi adalah kenyataan bahwa ternyata Ayub masih tetap setia
kepada Tuhan.
Kesetiaan
inilah yang seringkali sulit bagi kita untuk mempraktekkannya. Jangankan untuk
setia ketika kita mengalami kemalangan, bahkan setia ketika kita mendapatkan
yang baik-baikpun juga masih menjadi pergumulan bagi kebanyakan kita. Namun,
Ayub menunjukkan teladan kesetiaan yang begitu sempurna untuk kita.
Ujian
atas kesetiaan Ayub tidak berhenti sampai di situ saja, karena istrinya pun
meminta Ayub untuk berlaku serong terhadap Tuhan dengan meminta Ayub mengutuki
Tuhan dan berhenti bertekun pada-Nya. Lihat!!! Bahkan orang terdekatnya pun
masih memberikan kesempatan dan dukungan kepada Ayub untuk mengutuki Tuhan. Tapi,
lagi-lagi Ayub tetap setia dan menggangap istrinya berkata-kata seperti
perempuan gila. Sebagai manusia biasa, kita kadang merasa bahwa dukungan
seperti yang diberikan oleh istri Ayub tersebut sebagai semangat dan hiburan
untuk bangkit dari terpuruk serta menjadi ajang untuk mengkambing hitamkan
pihak lain atas kemalangan yang kita alami.
Dalam
kemalangan itu, Ayub masih tetap setia dan berkata :
“Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?”.
Kata-kata itu
seperti tamparan juga untuk kita, karena kita sering kali hanya siap untuk
menerima hal-hal yang baik dalam hidup ini dan cenderung tidak siap untuk
menerima hal-hal buruk. Dalam kehidupan sosial dengan orang lain, kita
seringkali dengan mudahnya melupakan ribuan kebaikan yang sudah kita dapatkan
hanya karena satu kesalahan yang kita terima dari seseorang.
Kemalangan
yang menimpa Ayub tersebut membuat 3 orang sahabatnya prihatin dan ingin menghibur
Ayub. Niat mereka yang ingin menghibur keadaan Ayub ternyata bukan berisikan
kata-kata penghiburan atau mendukung kesetiaan Ayub terhadap Tuhan, namun
mereka datang seperti para hakim di pengadilan yang sedang menjatuhkan hukuman
terhadap seorang tersangka. Memang sahabatnya ikut menangis dengan kemalangan
itu, tetapi mereka datang dan mempersalahkan Ayub. Mereka mempersalahkan bahwa
kemalangan ini terjadi karena dosa-dosa yang sudah diperbuatnya. Bak seorang
yang sudah jatuh dan tertimpa tangga pula keadaan Ayub saat itu. Sahabat yang
seharusnya memberi penghiburan padanya, malah menjatuhkannya dengan kata-kata
penghakiman terhadap Ayub. Bukanlah sebuah penghiburan yang Ayub dapatkan,
tetapi malah kekecewaan yang diterimanya. Ayub kecewa terhadap
sahabat-sahabatnya tersebut, tetapi Ayub tetap setia pada Tuhan.
Diakhir
pasal dari kitab ini dikatakan bahwa Ayub tetap setia pada Tuhan dan Tuhan
memulihkan keadaan Ayub. Ayub memperoleh kesehatannya, harta nya yang hilang
didapatkannya kembali 2 kali lipat, ia mendapat kembali anak-anaknya yang sudah
meninggal bahkan dikatakan bahwa anak perempuannya merupakan anak paling cantik
di seluruh negeri bahkan Ayub masih tetap hidup 140 tahun dan ia masih dapat
melihat kehidupan anak-anak dan cucu-cucunya sampai keturunan keempat.
Wooww,,,
speechless!!!!!!
Betapa
buah dari kesetiaan itu sangat manis.
Tuhan
benar-benar tidak mengabaikan sedikitpun kehidupan orang yang setia.
Kemalangan
yang tadinya datang bertubi-tubi, digantinya dengan sukacita yang
melimpah-limpah.
Pertanyaan
bagi kita :
masihkah kita enggan untuk berlaku setia? Atau kita malah tetap setia dengan ketidaksetiaan kita?
Jawabannya
adalah :
tunjukkanlah!!! Karena jawaban yang terucap kadang tidak menjawab sebuah pertanyaan. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar