Jumat, 24 Juli 2015

Tak Akan Pernah Memilikimu

Di sela-sela kesibukanku dengan persiapan sidang skripsi ini, aku ingin menuliskan sesuatu yang mungkin sulit aku jelaskan pada orang-orang di sekitarku. Bukannya aku tidak mempercayai mereka, tapi aku benar-benar tidak tau harus memulai cerita dari mana dan aku tidak yakin mereka akan mengerti arah pembicaraanku nanti.


Aku memiliki sisi dalam diri yang tidak bisa ku kendalikan. Bisa dibilang, ini adalah sisi gelapku. Perasaan yang aku miliki terhadap seseorang sering kali mengendalikan seluruh jiwa dan ragaku. Aku rasa aku sudah cukup umur untuk merasakan apa yang dinamakan jatuh cinta. Tetapi aku salah. Aku menyadari bahwa ketika aku tidak bisa mengendalikan apa yang aku rasakan, maka sesungguhnya aku belumlah siap untuk merasakan jatuh cinta itu. Sesungguhnya aku sangat sulit untuk jatuh cinta pada seseorang. Tapi, ketika sekali saja aku sudah bisa merasakan itu, maka akan sulit bagiku untuk melupakan perasaan itu begitu saja. Itulah yang aku rasakan saat ini. Tidak ada yang salah memang dengan perasaan itu. Namun, kesalahan justru terletak pada orang yang aku sukai. Bukan bermaksud mengkambing hitamkan nya atau membenarkan diri ku. Tapi karena memang kenyataannya seperti itu. Aku seperti terjebak pada asumsi banyak orang bahwa jatuh cinta itu enak, bahkan t*i kucing rasa coklat. Yang aku rasakan malah sebaliknya, coklat rasa t*i kucing. Tapi, sebenarnya dia juga tidak sepenuhnya salah. Saat ini, kita memang berada begitu dekat. Tapi, keadaan dan jarak diantara kita yang terlalu jauh. Dia terlalu jauh untuk ku jangkau. Strata kami begitu jauh berbeda. Terkadang aku merasa begitu berani untuk mendekatinya. Tetapi terlalu sering aku merasa tidak pantas bersamanya. Kadang merasa yakin bahwa dia memang tercipta untuk ku, tetapi tidak jarang juga merasa bahwa dia tercipta untuk orang yang memang pantas untuknya. Sakit!! Ya, sangat!! Ketika semua hal dapat aku ubah, namun keadaan justru tidak dapat aku ubah sedikitpun, disitu aku merasa dunia tidak berpihak padaku. Ribuan penyesalan berkecamuk di pikiranku, terutama penyesalan akan keadaan ku saat jatuh cinta padanya. Aku merasa seperti orang mati yang bernafas. Paham ‘perbedaan itu indah’ kadang sedikit menghiburku ketika aku mulai membandingkan diriku dengannya. Tapi aku berpikir lagi, akankah menjadi indah ketika perbedaan kita menyatu? Mungkin paham itu tidak berlaku untuk kita. Aku terlalu pesimis dengan perasaan ini, karena perasaan ini benar-benar membuatku mabuk kepayang. Andai saja kamu memberikan sedikit saja signal positif untuk merespon perasaan ku, aku yakin aku akan sepenuhnya optimis dan mampu menghadang semua perbedaan yang membatasi kita. Tapi sayang, itu hanya hayalanku saja. Mungkin memang benar asumsiku, aku tak akan pernah memilikimu. A~G

Rabu, 22 Juli 2015

PLBK (Perasaan Lama Belum Kelar)

Perasaan ini semakin dalam rasanya.
Entah kenapa, perasaan yang dulu pernah aku rasakan dan telah aku kubur dalam-dalam, kini muncul kembali dan semakin menjadi-jadi. Aku tak tahu kepada siapa aku harus menyampaikannya. Mereka yang dulu menjadi tempatku berbagi rasa, kini telah jauh dan telah sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Sangat tidak mungkin jika aku menyampaikan langsung apa yang aku rasakan ini pada yang bersangkutan. Mau ditaruh dimana muka ku nanti. Apalagi aku seorang wanita, sangat tabuh untuk mengungkapkannya terlebih dahulu. Mungkin sebagian orang akan mudah mengungkapkan hal itu, tapi bagiku itu akan menjadi aib yang bisa kubawa seumur hidupku. Kebersamaan dan pertemuan kami yang intens menjadi pemicu munculnya perasaan itu kembali. Aku sangat bersyukur dengan kesempatan ini. Tapi, yang aku sesali adalah dimana aku merasa tersiksa dengan perasaan ini juga. Aku berusaha mengabaikan perasaan ini, tapi aku tidak dapat menipu diriku sendiri bahwa sebenarnya aku sedang berusaha mendapatkannya. Sering ku mencuri pandang padanya. Aku berusaha menarik perhatiannya padaku. Aku berusaha untuk selalu menahannya agar memperpanjang waktu kebersamaan kami. Memandangnya menjadi aktivitas yang paling aku gemari dan bercanda dengannya merupakan percakapan yang selalu aku idam-idamkan dalam hidupku. Dia begitu mempesonaku dan begitu menghipnotisku. Mendapatkan tatapannya saja bisa membuatku memegang rekor menahan kedipan terlama di dunia. Mendapat kesempatan memegang tangannya beberapa detik saja telah membuat jantung dan otakku membeku dan berhenti bekerja. Jiwaku seperti terpisah dari ragaku. Pikiran-pikiran logis sudah tidak aku miliki lagi. Yang ada dalam hati dan pikiranku hanya doa sederhana namun penuh harap dan iman bahwa aku ingin menggenggam tangannya lebih lama dari ini. Aku ingin menggenggamnya seumur hidupku. Dalam beberapa detik, doa itu saja yang kuucapkan berulang-ulang.
Aduh,, cukup sudah!!!!
Mau sampai kapan aku terus berkhayal?
Mau sampai kapan aku terus berharap?
Aku mencoba untuk menikmati masa-masa yang paling indah ini.
Tapi lagi-lagi, aku sadar bahwa jurang pemisah di antara kami begitu dalam. Status sosial kami begitu berbeda. Pijakan kami di dunia ini berbeda. Dia seperti berada di atas angin dan aku berada di dasar bumi paling dalam. Lagi-lagi aku merasa tidak pantas baginya. Aku bukanlah tipenya. Aku hanya secuil debu di matanya.
Ya Tuhan, apa aku berdosa jika menaruh perasaan ini baginya? Apa ini yang Engkau ingin aku rasakan? Kok rasanya tidak adil ya Tuhan?
Apakah dia orangnya? Aku butuh penjelasanmu Tuhan. Aku tidak bisa menyimpulkan sendiri dan aku tidak ingin membuang waktu akan apa yang tidak bisa menjadi milikkku. Mau sampai kapan aku tersiksa dengan perasaanku sendiri Tuhan?
Jika memang perasaan ini berasal dari-Mu, kuatkanlah aku. Jika bukan berasal darimu, maka biarkanlah perasaan ini mati dan hilang, Tuhan.

Aku menyerah dan pasrah L

Senin, 06 Juli 2015

Rindu Tak Sampai

Ahh,, kamu lagi.
Tiba-tiba mata ini tertuju pada namamu di monitor.
Ada apa dengan nama itu? Setiap aku melihat penggalan chat yang pernah kita lakukan, pikiranku langsung terbawa pada masa di mana aku merasa itu adalah masa paling indah dalam hidupku.
Tapi, harus sampai kapan pikiran ini dimanjakan dengan masa-masa itu?
Cukup sudah!!!
Aku sudah tak sanggup.
Tapi, aku juga tak sanggup melupakan itu begitu saja.
Entahlah,,,
Aku ingin menyapa mu terlebih dahulu, tapi aku takut.
Aku takut diabaikan. Aku takut dijawab seadanya. Aku takut kau merespon dengan terpaksa.
Kau tahu, aku ingin disapa terlebih dahulu. Ya, mungkin egoku mulai meningkat lagi. 
Hasrat ingin menyapamu tiba-tiba dikalahkan oleh ego ku yang begitu dasyat.
Aku tak dapat mengendalikan keduanya.
Tapi, kalo boleh jujur, aku menyimpan kerinduan yang begitu dalam padamu.
Aku tak tahu, apakah aku merindukan sosok mu atau aku rindu pada masa-masa saat kita bersama. Kalau aku rindu pada sosokmu, biarlah waktu yang akan mengantarkanku pada sosokmu di masa yang akan datang. Tapi, kalau aku rindu pada masa-masa saat kita bersama, kurasa tak ada yang dapat mengantarku pada masa-masa indah yang sudah lewat itu. Bahkan waktu pun tak akan sanggup mengatarkanku pada masa itu, karena sejatinya waktu tak dapat memutar kembali apa yang telah berlalu.
Kini, segala tentangmu hanya terukir indah di dalam hati dan pikiranku.
Kan kujaga itu dari segala sesuatu yang ingin menghancurkannya.
Aku juga sekarang sudah tahu apa yang harus aku lakukan ketika aku rindu padamu.
Membuka kembali ukiran yang tersimpan dan terselubung dengan indahnya di dasar hati dan pikiranku yang terdalam.
Meskipun kini kamu sudah menjadi milik orang lain, tetapi aku masih memiliki mu seutuhnya, meskipun hanya dalam alam bawah sadarku.
AKU MERINDUKANMU

Jumat, 03 Juli 2015

Setia Seperti AYUB

Ayub...
Kitab yang ada di perjanjian lama ini, benar-benar luar biasa menurutku.

Kisahnya sudah sangat sering aku dengar, tapi baru kali ini aku membacanya secara keseluruhan.

Seorang Ayub yang hidup dengan begitu salehnya di hadapan Tuhan, dibiarkan untuk diuji kesetiaannya kepada Tuhan oleh si Iblis. Iblis mengira bahwa Ayub setia kepada Tuhan hanya karena dia menerima banyak dari Tuhan dan dia ingin menguji kesetiaan Ayub tersebut.

Tuhan mengijinkan segala kemalangan menimpa Ayub dengan mengambil segala harta dan keluarganya. Tetapi yang terjadi adalah Ayub masih tetap menunjukkan kesetiaannya pada Tuhan. Si Iblis pun masih ingin tetap menguji kesetiaannya dengan merenggut kesehatan Ayub dan ia pun menderita barah yang busuk dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. Betapa penderitaan yang begitu hebat Ayub alami. Namun, yang lebih hebat lagi adalah kenyataan bahwa ternyata Ayub masih tetap setia kepada Tuhan.

Kesetiaan inilah yang seringkali sulit bagi kita untuk mempraktekkannya. Jangankan untuk setia ketika kita mengalami kemalangan, bahkan setia ketika kita mendapatkan yang baik-baikpun juga masih menjadi pergumulan bagi kebanyakan kita. Namun, Ayub menunjukkan teladan kesetiaan yang begitu sempurna untuk kita.

Ujian atas kesetiaan Ayub tidak berhenti sampai di situ saja, karena istrinya pun meminta Ayub untuk berlaku serong terhadap Tuhan dengan meminta Ayub mengutuki Tuhan dan berhenti bertekun pada-Nya. Lihat!!! Bahkan orang terdekatnya pun masih memberikan kesempatan dan dukungan kepada Ayub untuk mengutuki Tuhan. Tapi, lagi-lagi Ayub tetap setia dan menggangap istrinya berkata-kata seperti perempuan gila. Sebagai manusia biasa, kita kadang merasa bahwa dukungan seperti yang diberikan oleh istri Ayub tersebut sebagai semangat dan hiburan untuk bangkit dari terpuruk serta menjadi ajang untuk mengkambing hitamkan pihak lain atas kemalangan yang kita alami.

Dalam kemalangan itu, Ayub masih tetap setia dan berkata :
“Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?”. 
Kata-kata itu seperti tamparan juga untuk kita, karena kita sering kali hanya siap untuk menerima hal-hal yang baik dalam hidup ini dan cenderung tidak siap untuk menerima hal-hal buruk. Dalam kehidupan sosial dengan orang lain, kita seringkali dengan mudahnya melupakan ribuan kebaikan yang sudah kita dapatkan hanya karena satu kesalahan yang kita terima dari seseorang.

Kemalangan yang menimpa Ayub tersebut membuat 3 orang sahabatnya prihatin dan ingin menghibur Ayub. Niat mereka yang ingin menghibur keadaan Ayub ternyata bukan berisikan kata-kata penghiburan atau mendukung kesetiaan Ayub terhadap Tuhan, namun mereka datang seperti para hakim di pengadilan yang sedang menjatuhkan hukuman terhadap seorang tersangka. Memang sahabatnya ikut menangis dengan kemalangan itu, tetapi mereka datang dan mempersalahkan Ayub. Mereka mempersalahkan bahwa kemalangan ini terjadi karena dosa-dosa yang sudah diperbuatnya. Bak seorang yang sudah jatuh dan tertimpa tangga pula keadaan Ayub saat itu. Sahabat yang seharusnya memberi penghiburan padanya, malah menjatuhkannya dengan kata-kata penghakiman terhadap Ayub. Bukanlah sebuah penghiburan yang Ayub dapatkan, tetapi malah kekecewaan yang diterimanya. Ayub kecewa terhadap sahabat-sahabatnya tersebut, tetapi Ayub tetap setia pada Tuhan.

Diakhir pasal dari kitab ini dikatakan bahwa Ayub tetap setia pada Tuhan dan Tuhan memulihkan keadaan Ayub. Ayub memperoleh kesehatannya, harta nya yang hilang didapatkannya kembali 2 kali lipat, ia mendapat kembali anak-anaknya yang sudah meninggal bahkan dikatakan bahwa anak perempuannya merupakan anak paling cantik di seluruh negeri bahkan Ayub masih tetap hidup 140 tahun dan ia masih dapat melihat kehidupan anak-anak dan cucu-cucunya sampai keturunan keempat.

Wooww,,, speechless!!!!!!

Betapa buah dari kesetiaan itu sangat manis.
Tuhan benar-benar tidak mengabaikan sedikitpun kehidupan orang yang setia.
Kemalangan yang tadinya datang bertubi-tubi, digantinya dengan sukacita yang melimpah-limpah.
Pertanyaan bagi kita :
masihkah kita enggan untuk berlaku setia? Atau kita malah tetap setia dengan ketidaksetiaan kita?

Jawabannya adalah :
tunjukkanlah!!! Karena jawaban yang terucap kadang tidak menjawab sebuah pertanyaan. J