Selasa, 25 Oktober 2016

Finding My Biggest "WHY"

There are six well known question words in linguistic field. There is a formula as well to call them, that is 5W+1H which are consisted by What, When, Where, Who, Why and How. All of those question words need an answer. But which one the hardest question? Talk about difficulty, i think it’s relative, depends on situation and person who get that question. If you are a learner in an education institute, that question maybe around something that you learn and the answer is around you as well. But, what if the question is about something that you can’t imagine? I mean, it will take a lot of time to get the correct answer or even the right answer. Personally, i have a question that i think hard to find the answer. It’s about FUTURE or other people called DREAM...

Talk about future or dream is not easy, but it still interesting to talk because people can build a beautiful imagination about their future. They create their own life and it’s always more beautiful than their real life of course, because nobody wants a bad future. It’s okay, it’s their own authorities. Actually, nobody knows what will happen in the future even in a second later. However, everyone has planned every single things of their future and doesn’t care whether it will come true or not. Whether something is reached or not depends on what people do for that. There are two types of person based on the way of reaching their dream. First type is person who dream and still sleep on their beatiful dreaming. People like this are enjoy their beautiful dream and don’t want to leave their bed. They make their dream more and more beautiful and they forget their real life. The last type is person who dream and never forget to wake up and make their dreams come real. People like this live in two worlds, they live in their dream and they living their dreams as well. Which type are you?

Normally, people have ever become both of those types and it’s natural. For you who is the first type (talk to myself), you have to answer a question. For me personally, this question is the hardest question that i have ever gotten.

WHY DO YOU WANT TO REACH YOUR DREAM?

It looks simple. That’s true. It’s a simple question. How about its answer? Is it simple as well? Unfortunately, it is not. Factually, almost all questions that are started with question word ‘WHY’ always hard to find the answer, because that question needs a long answer which is followed by some reasons and explanation. Everyone has their own style to answer that question, so do i.

I try to crosscheck myself why am I reaching my dream, and I found that i want to make people who I love proud of me, those are my father, mother, brothers and sister. No more than that. I believe, when people who i love proud of me, it is the real achievement that I can reach. Believe it or not, they can be our reason to stand up when the world knocks us down and they can be our alarm to remind us for wake up from our beautiful dream and make it real immediately.

That’s my biggest WHY. What’s yours?


Find your biggest WHY and wake up from your dream!

Kamis, 04 Agustus 2016

Mengasihi Seperti Bibi

Tiba-tiba pikiran ini melayang pada memori 13 tahun yang lalu. Seorang wanita yang lebih dari separuh baya usianya. Dia memperkenalkan dirinya padaku, dan akupun melakukan hal yang sama. Dia memintaku memanggilnya Bibi. Kami melakukan komunikasi dua arah dengan baik. Tinta dan kertas menjadi saksinya. Jarak dan waktu membuat kami tidak bisa saling tatap dan menyalurkan Kasih melalui sentuhan antar kulit. Namun, komunikasi yang kami lakukan tidak mengurangi kehangatan yang ingin kami bangun dalam hubungan itu. Gambar diri kami menjadi satu-satunya cara untuk bertemu dan melihat rupa kami masing-masing. Sungguh sebuah perjuangan bagi kami untuk bertemu dan bercerita. Tapi, kami sangat menikmati itu. Lembaran demi lembaran dipenuhi oleh cerita kami yang seakan tak ada habisnya untuk diceritakan. Potret diri kami terbang melewati lautan dan benua. Kami melihat perkembangan yang terjadi pada diri kami masing-masing dari waktu ke waktu. Dia semakin tua dan akupun mulai berkembang dari anak-anak yang bisa dikatakan ingusan menjadi lebih mengerti. Doa demi doa teruntai dari bibirnya. Dukungan demi dukungan menjadi motivasi bagiku untuk berjuang. Kami berdua tahu jelas bahwa hidup yang akan kami jalani hari demi hari tidak menjadi lebih mudah. Perhatian demi perhatian saling bertukar antar kami. Materipun tidak menjadi pertimbangan besar baginya. Pound Sterling demi Pound Sterling digelontorkannya untukku. Tidak ada kesan materialistik yang ia anggap padaku. Harapannya adalah Pound Sterling itu dapat berubah menjadi masa depan cerah seorang anak yang saat itu masih ingusan namun penuh dengan mimpi-mimpi besar yang sepertinya sulit untuk menjadi nyata.
Dia memperkenalkan ku pada dunianya. Dunia yang belum pernah aku temukan sebelumnya. Dunia yang begitu hangat namun tidak terlepas dari yang namanya problematika. Orang-orang yang ada disekitarnya pun tidak luput dari perkenalan denganku. Lagi-lagi kertas dan tinta mengukir cerita demi cerita dengan mereka. Kami sangat menikmati hubungan itu dan cara kami menjalin hubungan.
Hari demi hari, Bulan demi Bulan bahkan tahun demi tahun berlalu dengan cepatnya. Dia semakin menua dan akupun beranjak dewasa. Cerita yang kami bagikan bukan lagi mimpi-mimpi yang ingin diraih, tapi sudah berupa wujud nyata dari mimpi-mimpi yang pernah kami ukir.
Sampai pada satu saat 3 tahun silam ketika kabar itu sampai di telingaku. Dia pergi!!! Ya, untuk selamanya, orang yang dengannya aku berbagi cerita dengan begitu detail harus pergi. Ternyata ucapan Natal yang dia ucapkan adalah berita terakhir yang aku dapat darinya. Ungkapan singkat agar memiliki Natal dan tahun baru yang membahagiakan bersama saudara seiman adalah coretan terakhir yang ia tuliskan untukku.
Sedih memang. Terpukul juga, iya. Tapi, satu hal yang dipelajari dari kehidupannya adalah KASIH.  Dia mengajarkan kasih yang begitu luar biasa padaku. Bukan hanya mengajarkan, tapi dia menjadi teladan Kasih itu sendiri. Tanpa harus mengenal lebih dalam dan tatap muka, dia mampu menunjukkan Kasih tanpa syarat itu. Dia begitu menghidupi Kasih yang Tuhan Yesus ajarkan.
Akhirnya aku menyadari bahwa Kasih bukan hanya berupa materi yang kita berikan, tapi lebih dari itu yaitu doa yang tulus dan perhatian serta dukungan  yang diberikan kepada orang-orang yang kita kenal dengan baik ataupun tidak kita kenal sama sekali.
Sampai pada akhir hidupnya, hampir semua impian kami terwujud, kecuali satu mimpi yang tidak akan pernah terwujud yaitu "Bertemu".
Dia memang sudah pergi, tapi dia selalu ada dalam hati dan setiap doaku.
Meneladani kasihnya adalah salah satu cara membuatnya tetap hidup dan dekat denganku.
Trimakasih sponsorku, Bibi Barbara Spanner 😘

Minggu, 26 Juni 2016

Sang Pemimpi

Aku menobatkan diriku sendiri sebagai sang pemimpi.
Bagiku, mimpi bukan hanya sekedar bunga tidur, yang kadang diingat kadang tidak.
Bagiku mimpi adalah hidupku. Aku hidup dalam mimpi dan aku menghidupi mimpiku. Hidup dan mimpi tidak bisa terpisahkan. Mereka adalah kesatuan yang membuatku ada. Ketika aku hidup tanpa mimpi, maka itu tidak layak kusebut kehidupan.
Aku ingin terus hidup. Oleh karena itu aku terus bermimpi. Aku tak tahu apa jadinya jika aku tidak bermimpi.
Aku bangga menjadi sang pemimpi. Semua hal yang terjadi pada ku, tidak lepas dari apa yang aku pernah impikan. Memang hal yang terjadi tidak selalu Indah. Tapi percayalah mimpi buruk akan segera berakhir.
Aku percaya semua impian akan menjadi nyata.

Senin, 20 Juni 2016

Titik (.)

Aku tak tau apa itu Cinta.
Yang aku tau saat kau bilang 'aku Cinta kamu' padaku, syaraf-syaraf dalam tubuhku kesemutan seperti lidah yang mengecap soda.
Ya.. kamu datang dengan begitu saja dalam hidupku. Mengisi salah satu lembaran hidupku yang masih begitu bersih.
Aku mencoba membiarkanmu memulai coretan titik pada lembaran yang masih putih bersih itu. Aku melihat coretan itu dan kupikir, Indah juga goresan tanganmu. Lalu kubiarkan kau lanjut mencoret dan menulis berbagai rasa dalam lembaran itu. Aku menengok lagi dan wow, makin Indah saja goresannya. Detik demi detik goresanmu makin memenuhi lembaran itu.
Tunggu! Aku ingin memastikan seberapa luas lembaran Cinta yang kumiliki dalam hidupku. Lalu kutengok, dan tidak ketumakan batas akhir dari lembaran ini. Akhirnya aku membiarkanmu melanjutkan tulisanmu itu.
Tulisan-tulisan yang kau tuliskan itu semakin memiliki arti dan makna yang mendalam. Sampai-sampai aku merasa bahwa aku sudah terbiasa dan sulit untuk terlepas dari goresan tanganmu. Tanpa disadari tulisan-tulisan yang kau goreskan itu kini bukan hanya tentang hal-hal Indah, bahkan hal-hal yang menyakitkan dan memilukan pun sudah kau goreskan. Aku sama skali tidk menyadari itu. Aku sudah sangat terlena dengan goresanmu. Aku seperti sudah dibutakan oleh tinta-tinta Cinta yang kau warnai dalam lembaran putih yang tadinya hanya dimulai oleh sebuah titik. Kini, aku berusaha untuk menghapus bagian-bagian yang menurutku menyakitkan, karena aku pikir mungkin kamu keliru menuliskannya karena kamu sudah terlalu asik mencorat-coret.
Tapi, tidak!!! Tunggu dulu!!! Ketika aku memalingkan wajah ke arahmu, aku melihat dengan begitu jelas bahwa kau menulis semua ini dengan penuh kesadaran. Tidak ada aroma kekeliruan dalam penulisan ini. Lalu, apa maksud tulisan-tulisan menyakitkan yang sudah kau tuliskan itu??? 
Apakah kamu sedang belajar menulis dengan menggunakan media lembaran hidupku? Kenapa harus aku yang kau pilih sebagai medianya? Kenapa bukan yang lain? Kau tau, menulis dalam lembaran hidup seseorang tidak semudah menulis di atas pasir yang akan dengan gampang terhapus oleh deburan ombak!!!
Kini aku memengang tanganmu, dan dengan sangat hati-hati aku memandumu untuk menyudahi tulisanmu dengan tanda titik. Karena kau telah mengawali dengan titik, kini kisahmu pun harus diakhiri dengan titik. 
Carilah lembaran lain yang bisa kau jadikan media untukmu belajar menulis. Dan ketika kau sudah sukses belajar menulis dengan indahnya, maka aku siap membuka kembali lembaran baru untukmu menulis lagi. Karena saat ini, aku juga ingin belajar untuk siap menerima tulisan-tulisan menyakitkan dalam lembaran hidupku.
Karena sejatinya hidup adalah belajar.
Selamat belajar untuk kita!!!

Sabtu, 07 November 2015

Perjalanan Meraih S.Par

Hai, ketemu lagi nih. Wah, kelihatannya blog ini sudah mulai berdebu deh.
Sebenernya ide untuk menulis itu sudah ada, tapi biasalah ngumpulin niat itu yang susah.
oke, mumpung sekarang niatnya udah ada, aku mau nulis sesuatu nih.
Yup, bulan September menjadi bulan penuh berkat bagiku (bukan berarti bulan lainnya tidak ada berkat ya). Bagaimana tidak? Dibulan itu aku bisa menuntaskan pendidikanku di tingkat strata 1. Woow, rasanya amazing banget. Perjalananyang aku tempuh sampai ke tahap itu, tentunya tidak mudah. Banyak proses yang dilewati. Mulai dari mengajukan proposal penelitian yang sudah mulai dibuat pada awal semester 8 yaitu bulan januari. Proposal itu akhirnya bisa diujikan pada 26 Februari 2015. Setelah itu, harusnya penelitian sudah bisa dimulai. Tapi, sama seperti menulis blog ini, yaitu ngumpulin niat itu susahnya minta ampun. Alhasil, 2 bulan berlalu begitu saja tanpa menghasilkan progres yang berarti. Aku pikir, mau jadi apa penelitianku kalau dibiarkan begitu saja seperti ini? Akhirnya pada bulan Mei aku memutuskan untuk mulai melakukan penelitian. FYI, penelitianku berlokasi di Jembrana Bali Barat, tepatnya di Desa Blimbingsari. Sedikit info ya, Desa Blimbingsari ini adalah salah satu desa wisata yang ada di Bali, dimana seluruh penduduknya beragama Kristen Protestan.
Proses penelitian berlangsung dengan sangat baik. Baik narasumber dan dosen pembimbing, semuanya sangat membantu proses penelitianku. Padahal kalo denger cerita orang-orang yang udah ngelewatin masa itu, mereka menggambarkan cerita horor dibalik penelitian dan penulisan skripsi.
Proses mencari informasi pada narasumber berjalan dengan baik, begitupun dengan proses bimbingan dan revisi. Semuanya berjalan dengan sangat baik. Setelah semua itu terlewati, akhirnya tibalah saatnya untuk menghadapi ujian skripsi.
Wooww, inilah salah satu fase yang paling mengkhawatirkan bagi setiap mahasiswa tingkat akhir. Banyak juga cerita horor dan mencekam dibalik ujian skripsi. Gambaran dosen yang begitu baik, tiba-tiba muncul menjadi sosok yang sangat menakutkan. Namun, bagaimana pun, fase ini harus dilewati, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. 27 Juli 2015 menjadi hari bersejarah bagiku. Semua gambaran yang menakutkan tentang ujian skripsi itu ternyata hanyalah cerita. Memang awalnya sangat deg-degan, tapi akhirnya bisa berjalan dengan baik. Cercaan pertanyaan demi pertanyaan dari dosen pun datang bertubi-tubi awalnya. Tapi bersyukurnya semua bisa terjawab dengan baik dan cukup memuaskan. Karena hujan pertanyaan yang aku dapat diawalnya, sehingga dosen penguji yang selanjutnya kehabisan pertanyaan dan hanya memberikan saran saja. Ahhhh,, akhirnya selesai juga ujian skripsi.
Selesai ujian skripsi, seperti biasa, ritual pembacaan hasil ujian.
Hasil ujianpun dibacakan dan betapa bahagianya hasil yang kudapatkan yaitu aku dinyatakan lulus dengan predikat Cum Laude dengan IPK 3,58. Woooww,, senang banget dengan hasil itu. Saking senangnya saat itu aku tiba-tiba merasa kenyang dan tidak ingin makan, padahal kalo boleh jujur saat itu perut sedang kosong-kosongnya. Tahap itu telah selesai akhirnya dilanjutkan dengan revisi-revisi untuk memperbaiki beberapa bagian yang salah.
Setelah semuanya selesai dilengkapi, akhirnya aku mulai mempersiapkan berkas-berkas untuk mendaftarkan wisuda. Wisuda kali ini ada batas kuotanya, sehingga kami yang sudah selesai sidang skripsi berlomba-lomba merebut sisa kuota yang ada. Di detik-detik terakhir tepatnya saat ulang tahunku tanggal 11 Agustus 2015, aku dan temanku Inten mendaftarkan diri untuk mengikuti wisuda bulan September. Pada saat itu, kuota yang tersisa hanya 28 orang saja. Akhirnya kami langsung menuju rektorat untuk menyetor berkasnya dan akhirnya kami masih mendapat kuota tersebut. huaaahhh,, akhirnya yaa..
Setelah sudah tahu pasti mendapat jatah wisuda, akhirnya kami mulai mempersiapkan pakaian untuk wisuda. Saat itu aku bingung mau menjahit kebaya seperti apa. Aku memutuskan untuk menjahit kebaya model kutu baru dengan warna peach yang digunakan saat yudisium dan warna hitam untuk wisuda.
Akhirnya saat yang tepat untuk menggunakan kebaya tersebut sudah tiba. tanggal 23 September 2015 saya menggunakan kebaya berwarna peach untuk yudisium dan pada 25 September 2015 menggunakan kebaya warna hitam. Betapa bahagianya kedua hari tersebut. Namun di balik kebahagiaan tersebut, ada sedikit kesedihan yang aku rasakan yaitu orang tua ku tidak bisa menghadiri hari bahagiaku tersebut :(
Tapi bersyukur masih ada teman-teman dan saudaraku di sini yang bisa menemaniku menikmati hari bahagia dalam hidupku.
Akhirnya proses penambahan gelar pada namaku pun sudah terlaksana dengan baik. Kini namaku menjadi "Cristina Ratu, S.Par".

Dalam proses panjang meraih gelar ini tentunya aku tidak melaluinya seorang diri. Banyak pihak yang berandil di dalamnya. Terutama ada Tuhan Yesus yang sudah membimbing sejak awal sampai akhir proses ini.
Jadi, dalam kesempatan ini ingin rasanya mengucapkan terima kasih yang begitu besar untuk Tuhan Yesus, orang tua, saudara, sahabat dan juga semua yang telah mendoakan ku.
Trimakasih semuanya, salah satu mimpiku kini sudah menjadi kenyataan dan bersiap untuk meraih mimpi lainnya :)







Jumat, 24 Juli 2015

Tak Akan Pernah Memilikimu

Di sela-sela kesibukanku dengan persiapan sidang skripsi ini, aku ingin menuliskan sesuatu yang mungkin sulit aku jelaskan pada orang-orang di sekitarku. Bukannya aku tidak mempercayai mereka, tapi aku benar-benar tidak tau harus memulai cerita dari mana dan aku tidak yakin mereka akan mengerti arah pembicaraanku nanti.


Aku memiliki sisi dalam diri yang tidak bisa ku kendalikan. Bisa dibilang, ini adalah sisi gelapku. Perasaan yang aku miliki terhadap seseorang sering kali mengendalikan seluruh jiwa dan ragaku. Aku rasa aku sudah cukup umur untuk merasakan apa yang dinamakan jatuh cinta. Tetapi aku salah. Aku menyadari bahwa ketika aku tidak bisa mengendalikan apa yang aku rasakan, maka sesungguhnya aku belumlah siap untuk merasakan jatuh cinta itu. Sesungguhnya aku sangat sulit untuk jatuh cinta pada seseorang. Tapi, ketika sekali saja aku sudah bisa merasakan itu, maka akan sulit bagiku untuk melupakan perasaan itu begitu saja. Itulah yang aku rasakan saat ini. Tidak ada yang salah memang dengan perasaan itu. Namun, kesalahan justru terletak pada orang yang aku sukai. Bukan bermaksud mengkambing hitamkan nya atau membenarkan diri ku. Tapi karena memang kenyataannya seperti itu. Aku seperti terjebak pada asumsi banyak orang bahwa jatuh cinta itu enak, bahkan t*i kucing rasa coklat. Yang aku rasakan malah sebaliknya, coklat rasa t*i kucing. Tapi, sebenarnya dia juga tidak sepenuhnya salah. Saat ini, kita memang berada begitu dekat. Tapi, keadaan dan jarak diantara kita yang terlalu jauh. Dia terlalu jauh untuk ku jangkau. Strata kami begitu jauh berbeda. Terkadang aku merasa begitu berani untuk mendekatinya. Tetapi terlalu sering aku merasa tidak pantas bersamanya. Kadang merasa yakin bahwa dia memang tercipta untuk ku, tetapi tidak jarang juga merasa bahwa dia tercipta untuk orang yang memang pantas untuknya. Sakit!! Ya, sangat!! Ketika semua hal dapat aku ubah, namun keadaan justru tidak dapat aku ubah sedikitpun, disitu aku merasa dunia tidak berpihak padaku. Ribuan penyesalan berkecamuk di pikiranku, terutama penyesalan akan keadaan ku saat jatuh cinta padanya. Aku merasa seperti orang mati yang bernafas. Paham ‘perbedaan itu indah’ kadang sedikit menghiburku ketika aku mulai membandingkan diriku dengannya. Tapi aku berpikir lagi, akankah menjadi indah ketika perbedaan kita menyatu? Mungkin paham itu tidak berlaku untuk kita. Aku terlalu pesimis dengan perasaan ini, karena perasaan ini benar-benar membuatku mabuk kepayang. Andai saja kamu memberikan sedikit saja signal positif untuk merespon perasaan ku, aku yakin aku akan sepenuhnya optimis dan mampu menghadang semua perbedaan yang membatasi kita. Tapi sayang, itu hanya hayalanku saja. Mungkin memang benar asumsiku, aku tak akan pernah memilikimu. A~G

Rabu, 22 Juli 2015

PLBK (Perasaan Lama Belum Kelar)

Perasaan ini semakin dalam rasanya.
Entah kenapa, perasaan yang dulu pernah aku rasakan dan telah aku kubur dalam-dalam, kini muncul kembali dan semakin menjadi-jadi. Aku tak tahu kepada siapa aku harus menyampaikannya. Mereka yang dulu menjadi tempatku berbagi rasa, kini telah jauh dan telah sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Sangat tidak mungkin jika aku menyampaikan langsung apa yang aku rasakan ini pada yang bersangkutan. Mau ditaruh dimana muka ku nanti. Apalagi aku seorang wanita, sangat tabuh untuk mengungkapkannya terlebih dahulu. Mungkin sebagian orang akan mudah mengungkapkan hal itu, tapi bagiku itu akan menjadi aib yang bisa kubawa seumur hidupku. Kebersamaan dan pertemuan kami yang intens menjadi pemicu munculnya perasaan itu kembali. Aku sangat bersyukur dengan kesempatan ini. Tapi, yang aku sesali adalah dimana aku merasa tersiksa dengan perasaan ini juga. Aku berusaha mengabaikan perasaan ini, tapi aku tidak dapat menipu diriku sendiri bahwa sebenarnya aku sedang berusaha mendapatkannya. Sering ku mencuri pandang padanya. Aku berusaha menarik perhatiannya padaku. Aku berusaha untuk selalu menahannya agar memperpanjang waktu kebersamaan kami. Memandangnya menjadi aktivitas yang paling aku gemari dan bercanda dengannya merupakan percakapan yang selalu aku idam-idamkan dalam hidupku. Dia begitu mempesonaku dan begitu menghipnotisku. Mendapatkan tatapannya saja bisa membuatku memegang rekor menahan kedipan terlama di dunia. Mendapat kesempatan memegang tangannya beberapa detik saja telah membuat jantung dan otakku membeku dan berhenti bekerja. Jiwaku seperti terpisah dari ragaku. Pikiran-pikiran logis sudah tidak aku miliki lagi. Yang ada dalam hati dan pikiranku hanya doa sederhana namun penuh harap dan iman bahwa aku ingin menggenggam tangannya lebih lama dari ini. Aku ingin menggenggamnya seumur hidupku. Dalam beberapa detik, doa itu saja yang kuucapkan berulang-ulang.
Aduh,, cukup sudah!!!!
Mau sampai kapan aku terus berkhayal?
Mau sampai kapan aku terus berharap?
Aku mencoba untuk menikmati masa-masa yang paling indah ini.
Tapi lagi-lagi, aku sadar bahwa jurang pemisah di antara kami begitu dalam. Status sosial kami begitu berbeda. Pijakan kami di dunia ini berbeda. Dia seperti berada di atas angin dan aku berada di dasar bumi paling dalam. Lagi-lagi aku merasa tidak pantas baginya. Aku bukanlah tipenya. Aku hanya secuil debu di matanya.
Ya Tuhan, apa aku berdosa jika menaruh perasaan ini baginya? Apa ini yang Engkau ingin aku rasakan? Kok rasanya tidak adil ya Tuhan?
Apakah dia orangnya? Aku butuh penjelasanmu Tuhan. Aku tidak bisa menyimpulkan sendiri dan aku tidak ingin membuang waktu akan apa yang tidak bisa menjadi milikkku. Mau sampai kapan aku tersiksa dengan perasaanku sendiri Tuhan?
Jika memang perasaan ini berasal dari-Mu, kuatkanlah aku. Jika bukan berasal darimu, maka biarkanlah perasaan ini mati dan hilang, Tuhan.

Aku menyerah dan pasrah L