WHY DO YOU WANT TO REACH YOUR DREAM?
Selasa, 25 Oktober 2016
Finding My Biggest "WHY"
Kamis, 04 Agustus 2016
Mengasihi Seperti Bibi
Tiba-tiba pikiran ini melayang pada memori 13 tahun yang lalu. Seorang wanita yang lebih dari separuh baya usianya. Dia memperkenalkan dirinya padaku, dan akupun melakukan hal yang sama. Dia memintaku memanggilnya Bibi. Kami melakukan komunikasi dua arah dengan baik. Tinta dan kertas menjadi saksinya. Jarak dan waktu membuat kami tidak bisa saling tatap dan menyalurkan Kasih melalui sentuhan antar kulit. Namun, komunikasi yang kami lakukan tidak mengurangi kehangatan yang ingin kami bangun dalam hubungan itu. Gambar diri kami menjadi satu-satunya cara untuk bertemu dan melihat rupa kami masing-masing. Sungguh sebuah perjuangan bagi kami untuk bertemu dan bercerita. Tapi, kami sangat menikmati itu. Lembaran demi lembaran dipenuhi oleh cerita kami yang seakan tak ada habisnya untuk diceritakan. Potret diri kami terbang melewati lautan dan benua. Kami melihat perkembangan yang terjadi pada diri kami masing-masing dari waktu ke waktu. Dia semakin tua dan akupun mulai berkembang dari anak-anak yang bisa dikatakan ingusan menjadi lebih mengerti. Doa demi doa teruntai dari bibirnya. Dukungan demi dukungan menjadi motivasi bagiku untuk berjuang. Kami berdua tahu jelas bahwa hidup yang akan kami jalani hari demi hari tidak menjadi lebih mudah. Perhatian demi perhatian saling bertukar antar kami. Materipun tidak menjadi pertimbangan besar baginya. Pound Sterling demi Pound Sterling digelontorkannya untukku. Tidak ada kesan materialistik yang ia anggap padaku. Harapannya adalah Pound Sterling itu dapat berubah menjadi masa depan cerah seorang anak yang saat itu masih ingusan namun penuh dengan mimpi-mimpi besar yang sepertinya sulit untuk menjadi nyata.
Dia memperkenalkan ku pada dunianya. Dunia yang belum pernah aku temukan sebelumnya. Dunia yang begitu hangat namun tidak terlepas dari yang namanya problematika. Orang-orang yang ada disekitarnya pun tidak luput dari perkenalan denganku. Lagi-lagi kertas dan tinta mengukir cerita demi cerita dengan mereka. Kami sangat menikmati hubungan itu dan cara kami menjalin hubungan.
Hari demi hari, Bulan demi Bulan bahkan tahun demi tahun berlalu dengan cepatnya. Dia semakin menua dan akupun beranjak dewasa. Cerita yang kami bagikan bukan lagi mimpi-mimpi yang ingin diraih, tapi sudah berupa wujud nyata dari mimpi-mimpi yang pernah kami ukir.
Sampai pada satu saat 3 tahun silam ketika kabar itu sampai di telingaku. Dia pergi!!! Ya, untuk selamanya, orang yang dengannya aku berbagi cerita dengan begitu detail harus pergi. Ternyata ucapan Natal yang dia ucapkan adalah berita terakhir yang aku dapat darinya. Ungkapan singkat agar memiliki Natal dan tahun baru yang membahagiakan bersama saudara seiman adalah coretan terakhir yang ia tuliskan untukku.
Sedih memang. Terpukul juga, iya. Tapi, satu hal yang dipelajari dari kehidupannya adalah KASIH. Dia mengajarkan kasih yang begitu luar biasa padaku. Bukan hanya mengajarkan, tapi dia menjadi teladan Kasih itu sendiri. Tanpa harus mengenal lebih dalam dan tatap muka, dia mampu menunjukkan Kasih tanpa syarat itu. Dia begitu menghidupi Kasih yang Tuhan Yesus ajarkan.
Akhirnya aku menyadari bahwa Kasih bukan hanya berupa materi yang kita berikan, tapi lebih dari itu yaitu doa yang tulus dan perhatian serta dukungan yang diberikan kepada orang-orang yang kita kenal dengan baik ataupun tidak kita kenal sama sekali.
Sampai pada akhir hidupnya, hampir semua impian kami terwujud, kecuali satu mimpi yang tidak akan pernah terwujud yaitu "Bertemu".
Dia memang sudah pergi, tapi dia selalu ada dalam hati dan setiap doaku.
Meneladani kasihnya adalah salah satu cara membuatnya tetap hidup dan dekat denganku.
Trimakasih sponsorku, Bibi Barbara Spanner 😘
Minggu, 26 Juni 2016
Sang Pemimpi
Aku menobatkan diriku sendiri sebagai sang pemimpi.
Bagiku, mimpi bukan hanya sekedar bunga tidur, yang kadang diingat kadang tidak.
Bagiku mimpi adalah hidupku. Aku hidup dalam mimpi dan aku menghidupi mimpiku. Hidup dan mimpi tidak bisa terpisahkan. Mereka adalah kesatuan yang membuatku ada. Ketika aku hidup tanpa mimpi, maka itu tidak layak kusebut kehidupan.
Aku ingin terus hidup. Oleh karena itu aku terus bermimpi. Aku tak tahu apa jadinya jika aku tidak bermimpi.
Aku bangga menjadi sang pemimpi. Semua hal yang terjadi pada ku, tidak lepas dari apa yang aku pernah impikan. Memang hal yang terjadi tidak selalu Indah. Tapi percayalah mimpi buruk akan segera berakhir.
Aku percaya semua impian akan menjadi nyata.
Senin, 20 Juni 2016
Titik (.)
Aku tak tau apa itu Cinta.
Yang aku tau saat kau bilang 'aku Cinta kamu' padaku, syaraf-syaraf dalam tubuhku kesemutan seperti lidah yang mengecap soda.
Ya.. kamu datang dengan begitu saja dalam hidupku. Mengisi salah satu lembaran hidupku yang masih begitu bersih.
Aku mencoba membiarkanmu memulai coretan titik pada lembaran yang masih putih bersih itu. Aku melihat coretan itu dan kupikir, Indah juga goresan tanganmu. Lalu kubiarkan kau lanjut mencoret dan menulis berbagai rasa dalam lembaran itu. Aku menengok lagi dan wow, makin Indah saja goresannya. Detik demi detik goresanmu makin memenuhi lembaran itu.
Tunggu! Aku ingin memastikan seberapa luas lembaran Cinta yang kumiliki dalam hidupku. Lalu kutengok, dan tidak ketumakan batas akhir dari lembaran ini. Akhirnya aku membiarkanmu melanjutkan tulisanmu itu.
Tulisan-tulisan yang kau tuliskan itu semakin memiliki arti dan makna yang mendalam. Sampai-sampai aku merasa bahwa aku sudah terbiasa dan sulit untuk terlepas dari goresan tanganmu. Tanpa disadari tulisan-tulisan yang kau goreskan itu kini bukan hanya tentang hal-hal Indah, bahkan hal-hal yang menyakitkan dan memilukan pun sudah kau goreskan. Aku sama skali tidk menyadari itu. Aku sudah sangat terlena dengan goresanmu. Aku seperti sudah dibutakan oleh tinta-tinta Cinta yang kau warnai dalam lembaran putih yang tadinya hanya dimulai oleh sebuah titik. Kini, aku berusaha untuk menghapus bagian-bagian yang menurutku menyakitkan, karena aku pikir mungkin kamu keliru menuliskannya karena kamu sudah terlalu asik mencorat-coret.
Tapi, tidak!!! Tunggu dulu!!! Ketika aku memalingkan wajah ke arahmu, aku melihat dengan begitu jelas bahwa kau menulis semua ini dengan penuh kesadaran. Tidak ada aroma kekeliruan dalam penulisan ini. Lalu, apa maksud tulisan-tulisan menyakitkan yang sudah kau tuliskan itu???
Apakah kamu sedang belajar menulis dengan menggunakan media lembaran hidupku? Kenapa harus aku yang kau pilih sebagai medianya? Kenapa bukan yang lain? Kau tau, menulis dalam lembaran hidup seseorang tidak semudah menulis di atas pasir yang akan dengan gampang terhapus oleh deburan ombak!!!
Kini aku memengang tanganmu, dan dengan sangat hati-hati aku memandumu untuk menyudahi tulisanmu dengan tanda titik. Karena kau telah mengawali dengan titik, kini kisahmu pun harus diakhiri dengan titik.
Carilah lembaran lain yang bisa kau jadikan media untukmu belajar menulis. Dan ketika kau sudah sukses belajar menulis dengan indahnya, maka aku siap membuka kembali lembaran baru untukmu menulis lagi. Karena saat ini, aku juga ingin belajar untuk siap menerima tulisan-tulisan menyakitkan dalam lembaran hidupku.
Karena sejatinya hidup adalah belajar.
Selamat belajar untuk kita!!!
Sabtu, 07 November 2015
Perjalanan Meraih S.Par
Sebenernya ide untuk menulis itu sudah ada, tapi biasalah ngumpulin niat itu yang susah.
oke, mumpung sekarang niatnya udah ada, aku mau nulis sesuatu nih.
Yup, bulan September menjadi bulan penuh berkat bagiku (bukan berarti bulan lainnya tidak ada berkat ya). Bagaimana tidak? Dibulan itu aku bisa menuntaskan pendidikanku di tingkat strata 1. Woow, rasanya amazing banget. Perjalananyang aku tempuh sampai ke tahap itu, tentunya tidak mudah. Banyak proses yang dilewati. Mulai dari mengajukan proposal penelitian yang sudah mulai dibuat pada awal semester 8 yaitu bulan januari. Proposal itu akhirnya bisa diujikan pada 26 Februari 2015. Setelah itu, harusnya penelitian sudah bisa dimulai. Tapi, sama seperti menulis blog ini, yaitu ngumpulin niat itu susahnya minta ampun. Alhasil, 2 bulan berlalu begitu saja tanpa menghasilkan progres yang berarti. Aku pikir, mau jadi apa penelitianku kalau dibiarkan begitu saja seperti ini? Akhirnya pada bulan Mei aku memutuskan untuk mulai melakukan penelitian. FYI, penelitianku berlokasi di Jembrana Bali Barat, tepatnya di Desa Blimbingsari. Sedikit info ya, Desa Blimbingsari ini adalah salah satu desa wisata yang ada di Bali, dimana seluruh penduduknya beragama Kristen Protestan.
Proses penelitian berlangsung dengan sangat baik. Baik narasumber dan dosen pembimbing, semuanya sangat membantu proses penelitianku. Padahal kalo denger cerita orang-orang yang udah ngelewatin masa itu, mereka menggambarkan cerita horor dibalik penelitian dan penulisan skripsi.
Proses mencari informasi pada narasumber berjalan dengan baik, begitupun dengan proses bimbingan dan revisi. Semuanya berjalan dengan sangat baik. Setelah semua itu terlewati, akhirnya tibalah saatnya untuk menghadapi ujian skripsi.
Wooww, inilah salah satu fase yang paling mengkhawatirkan bagi setiap mahasiswa tingkat akhir. Banyak juga cerita horor dan mencekam dibalik ujian skripsi. Gambaran dosen yang begitu baik, tiba-tiba muncul menjadi sosok yang sangat menakutkan. Namun, bagaimana pun, fase ini harus dilewati, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. 27 Juli 2015 menjadi hari bersejarah bagiku. Semua gambaran yang menakutkan tentang ujian skripsi itu ternyata hanyalah cerita. Memang awalnya sangat deg-degan, tapi akhirnya bisa berjalan dengan baik. Cercaan pertanyaan demi pertanyaan dari dosen pun datang bertubi-tubi awalnya. Tapi bersyukurnya semua bisa terjawab dengan baik dan cukup memuaskan. Karena hujan pertanyaan yang aku dapat diawalnya, sehingga dosen penguji yang selanjutnya kehabisan pertanyaan dan hanya memberikan saran saja. Ahhhh,, akhirnya selesai juga ujian skripsi.
Selesai ujian skripsi, seperti biasa, ritual pembacaan hasil ujian.
Hasil ujianpun dibacakan dan betapa bahagianya hasil yang kudapatkan yaitu aku dinyatakan lulus dengan predikat Cum Laude dengan IPK 3,58. Woooww,, senang banget dengan hasil itu. Saking senangnya saat itu aku tiba-tiba merasa kenyang dan tidak ingin makan, padahal kalo boleh jujur saat itu perut sedang kosong-kosongnya. Tahap itu telah selesai akhirnya dilanjutkan dengan revisi-revisi untuk memperbaiki beberapa bagian yang salah.
Setelah semuanya selesai dilengkapi, akhirnya aku mulai mempersiapkan berkas-berkas untuk mendaftarkan wisuda. Wisuda kali ini ada batas kuotanya, sehingga kami yang sudah selesai sidang skripsi berlomba-lomba merebut sisa kuota yang ada. Di detik-detik terakhir tepatnya saat ulang tahunku tanggal 11 Agustus 2015, aku dan temanku Inten mendaftarkan diri untuk mengikuti wisuda bulan September. Pada saat itu, kuota yang tersisa hanya 28 orang saja. Akhirnya kami langsung menuju rektorat untuk menyetor berkasnya dan akhirnya kami masih mendapat kuota tersebut. huaaahhh,, akhirnya yaa..
Setelah sudah tahu pasti mendapat jatah wisuda, akhirnya kami mulai mempersiapkan pakaian untuk wisuda. Saat itu aku bingung mau menjahit kebaya seperti apa. Aku memutuskan untuk menjahit kebaya model kutu baru dengan warna peach yang digunakan saat yudisium dan warna hitam untuk wisuda.
Akhirnya saat yang tepat untuk menggunakan kebaya tersebut sudah tiba. tanggal 23 September 2015 saya menggunakan kebaya berwarna peach untuk yudisium dan pada 25 September 2015 menggunakan kebaya warna hitam. Betapa bahagianya kedua hari tersebut. Namun di balik kebahagiaan tersebut, ada sedikit kesedihan yang aku rasakan yaitu orang tua ku tidak bisa menghadiri hari bahagiaku tersebut :(
Tapi bersyukur masih ada teman-teman dan saudaraku di sini yang bisa menemaniku menikmati hari bahagia dalam hidupku.
Akhirnya proses penambahan gelar pada namaku pun sudah terlaksana dengan baik. Kini namaku menjadi "Cristina Ratu, S.Par".
Dalam proses panjang meraih gelar ini tentunya aku tidak melaluinya seorang diri. Banyak pihak yang berandil di dalamnya. Terutama ada Tuhan Yesus yang sudah membimbing sejak awal sampai akhir proses ini.
Jadi, dalam kesempatan ini ingin rasanya mengucapkan terima kasih yang begitu besar untuk Tuhan Yesus, orang tua, saudara, sahabat dan juga semua yang telah mendoakan ku.
Trimakasih semuanya, salah satu mimpiku kini sudah menjadi kenyataan dan bersiap untuk meraih mimpi lainnya :)